Label

Senin, 08 April 2013

Lisan, Konsentrasi Tersulit untuk Dikendalikan


Persaingan dalam dunia remaja Indonesia semakin berat. Alih-alih hanya untuk mendapatkan kebahagiaan sementara mereka rela menghabiskan waktu dan tenaga untuk hal percuma. Berebut pacar contohnya. Hal kotor tersebut mana mungkin bisa mendekatkan kita pada Tuhan. Yang ada malah menghanguskan amal dan menumpuk dosa. Membutakan mata batin untuk menggunakan lisannya dalam ‘berperang’. Bertarung dengan mengeluarkan segala macam kata tanpa filter. Jika amarah sudah memimpin, hati yang jernih mana bisa tampil?

Bicara mengenai lisan yang tak terjaga. Sulitkah mengontrolnya agar yang keluar hanya pujian semata? Pujian bukan berarti gombalan ya. Oke saya beri celotehan remaja yang mungkin sedang mabuk hingga lisan menjadi buta.

1. Dia ke sekolah cuma modal Mio doang, nah gue nih pake Honda Jazz.
Riya’ atau pamer. Penyakit itulah yang sedang menjangkit pengucap kalimat ini. Lupa atau mungkin kena stroke? Oke daripada harus mengada-ada apa motivasimu pamer kekayaan. Saya jelaskan jika ada sebagian hartamu yang milik orang kurang beruntung. So, buat apa pamer ini itu? Menjamin bahagia di akhirat kelak? Jawab dan renungkan SENDIRI gays.

2. Apalagi masalah face jelas dia kalah, ke salon aja mungkin cuma potong rambut.
Merasa baik. Lupa jika itu hal tercela? Lagi-lagi lupa. Boros dong lupa melulu. Katanya sering ke salon, beli obat lupa aja nggak mampu. Obat lupa adalah frekuensi mendekatkan diri pada Tuhan. Seberapa pentingkah kecantikan dirimu jika hanya digunakan untuk merendahkan orang lain? Tanpa ada perasaan takut akan siksa-Nya kelak. Semoga cahaya kebenaran segera terbit… ke hadapanmu.

3. Soal begituan aja lo nggak bisa? Sibuk ngapain sih lo? Ngejual diri?
Sombong. Kelebihanmu seakan percuma jika dalam hal menjaga lisan saja lemah. Sia-sia waktu yang telah habis untuk meraihnya jika akhirnya kamu sendiri. Tanpa teman yang peduli karena terlanjur sakit hati. Yang membawamu pada pintu kesengsaraan atau bahkan kematian. Kematian? Iya, mereka yang terlanjur sakit hati bisa saja mengalami kelumpuhan hati nurani. Yang tak segan-segan menancapkan pisau ke dirimu. Yang jiwanya masih kotor karena lalai pada lisan.

Mereka lupa bahwa yang terpenting dari kehidupan ini adalah kebahagiaan permanen. Suatu hal yang mungkin terjadi jika ego bisa sedikit disingkirkan. Mengedepankan akhlak yang harus terus dipoles dengan keikhlasan. Bukan justru menampilkan kelihaian bersilat lidah dalam memperolok saingan.

Pembunuhan misterius yang akhir-akhir ini terjadi adalah bukti kesalahan dalam menggunakan lisan. Mereka mati konyol terbunuh gegara tersangka/pembunuh sakit hati mendengar ocehannya. Sangat konyol. Gegara celotehan tak terkendali mereka mati. Mau mati percuma di tangan teman sendiri? Buruan benahi ucapan dengan hal yang menyejukkan.

Masih bingung menggunakan lisanmu? Segera ambil air wudhu dan duduk manis sambil membaca Al-Qur’an. Waktu tak habis untuk hal percuma dan lisan pun senantiasa terjaga. J


Rabu, 13 Maret 2013

Karna Memaafkan Bukan Berarti Melupakan


Luka. Sesuatu yang mutlak mengakibatkan lara. Sesuatu yang bisa saja disengaja. Sesuatu yang sulit untuk dilupa. Tapi aku sekarang berdiri dengan sekarung luka dipunggung. Sedang mencari tempat yang pantas untuk menyimpannya. Karena luka ini mustahil untuk dibuang. Bahkan dilupakan.

Kamu si pemberi luka. Apa nuranimu seburuk koruptor? Mengambil kebahagianku, harta paling berharga dalam hidupku. Kupikir otakmu secerdas Einsten, karena ucapanmu selalu membuatku kagum. Ternyata aku tak secerdik Conan. Atau mungkin kamu yang lebih hebat dari Superman?

Jika hobimu menggoreskan luka. Kenapa tidak dari dulu bergabung dengan klub karate? Tapi kamu justru menghabiskan waktu dengan menebar benih kebencian. Di sana – sini pula. Thread sms, chatting, juga rekaman percakapan itu masih saja menempel di otak ini. Seakan ia adalah stiker termahal yang mustahil luntur. Oh God! I wanna make it going to be end. I’m going to be mad!

Ikhlas, sesuatu yang medekatkanku pada bahagia.
Ikhlas. Lagi-lagi kata ini. Haruskah aku ikhlas atas luka ini? Tidak! Tapi aku akan mencoba ikhlas karena mengenalmu. Ya… mustahil aku bisa menjadi sesabar ini jika tidak karena kesintinganmu. Dan, aku akan lebih selektif memilih teman. Karena apa? Sederhana.
Luka tertusuk jarum bisa hilang, tapi tertusuk teman? Belum tentu gays.
Kesabaranku cukup mengambil andil besar dalam hidupku. Mungkin saja mustahil aku percayai. Aku memaafkannya. Gila bukan? Cukup gila kedengarannya. Karena luka yang kau gores, bahkan kau tusuk itu cukup menjadi mesin waktu. Mengajakku tiba-tiba kembali ke masa indah yang hilang tiba-tiba akibat pengkhianatan.


Sabtu, 02 Februari 2013

Delima Secret Admirer

Cinta, selalu tak ada habisnya jika membahas masalah ini. Apalagi cinta diam-diam. Pelakunya biasa disebut secret admirer. Sudah menjadi suatu kemutlakkan bagi remaja di era sekarang untuk mengemban status ini. Intinya mereka pernah menjadi jadi secret admirer. Begitu pula dengan aku. Hayo ngaku?

Kenapa memilih jadi Secret Admiret? Kenapa mau bersembunyi dalam topeng? Kenapa tahan mengintip "dia" dari kejauhan? Kenapa kuat melihat "dia" bahagia, tapi tidak dengan kita-para-secret-admirer? Kenapa rela menggantungkan perasaan pada sesuatu yang tidak pasti?

Aku coba jawab satu persatu ya. Semoga mampu.

Kenapa memilih jadi Secret Admiret?
Jadi Secret Admirer tuh gampang seneng bro. Dipanggil nama kita, diajak ngobrol, dipamerin senyumnya, dia minjem barang, waaah gitu aja udah seneng,

Kenapa mau bersembunyi dalam topeng?
Topeng? Maksudnya menyamar gitu? yaps. Namanya aja 'secret' = rahasia. Ya jelas begitulah adanya. Kita akan menggali informasi bak tikus tanah kelaparan, itu analoginya. Kenyataannya, kita-para-secret-admirer akan "ngapain aja" demi informasi apapun. Contohnya aku pernah minjam akun temen gegara twitter dia diprotect, dan satu lagi aku sama dia pernah sih lempar mention+perhatian tapi masing-masing dari kita pake akun orang. Bayangkan, betapa tolol-nya tindakan ini.

Kenapa tahan mengintip "dia" dari kejauhan?
bantu jawab dong

Kenapa kuat melihat "dia" bahagia, tapi tidak dengan kita-para-secret-admirer?
bantu jawab (lagi) dong

Kenapa rela menggantungkan perasaan pada sesuatu yang tidak pasti?
YA SEBENARNYA NGGAK MAU TAPI MAU GIMANA LAGI? Pernyataan pasrah para Secret Admirer nih. Memang kita tahu bahkan paham, menjadi Secret Admirer adalah pilihan. Ada pilihan yang jauuuh membuat kita lebih bahagia. Mengungkapkan-nya. Ya mengungkankan apa-yang-disebut-cinta kepada pujaan kita masing-masing. TAPI ITU SULIT? Memangnya udah pernah nyobain? Biasanya gini, kita akan takut dahulu dengan bayangan. Padahal bayangan tak selalu hitam, namun tak mungkin putih. Artinya semua beresiko. Namun don't worry, kita akan selangkah di depan dari mereka yang terus menerus 'bersembunyi'. Apapun yang disembunyikan mustahil untuk ditemukan jika; 1. tak ada yang mencari, 2. tak memunculkan diri.


Selasa, 29 Januari 2013

Maaf Jika Mendahului

Lagi-lagi saya harus menelan banyak pil rasa kehidupan. Namun dia telah bermetamorfosis dalam bentuk berbagai rasa. Ada nih yang rasanya aseeem abis, seasem ketek sopir angkot gitu. Ada pula yang berasa manisssss banget hingga mampu menerbangkanku. Satu lagi yang penting, ada rasa penyesalan yang hinggap karena ketakutan mengutarakan. Nyebelin 'kan? IYA! BANGET! Kalo dianalogikan tuh lo pengen ngomong "rrrr" tapi lo celat. :/

Surat kali ini akan lebih melegakan jika saya membagi opini  saya tentang penyesalan-berbuah-busuk. Jemariku sedang bahagia untuk menuliskannya.

Pernah ada sebagian dari kesadaranku terjaga. Ia dengan tekun menekuri layar handphone yang tersambung data paket. Kegiatannya akhir-akhir memang menyebalkan, Ia 'memantau' setiap aktivitas yang dilakukan sebut-saja-Anu setiap tahun, bulan, hari, jam, menit dan detik. #halah Parahnya sebagian kesadaranku ini mulai dimainkan Anu. Ia dibuat senyum-senyum sendiri ketika sebuah tweet dari Anu muncul tepat setelah Anu dan sebagian-kesadaranku mengunjungi sebut-saja-acara-itu-dengan-arisan. Ia juga mendadak jadi sedih ketika aplikasi 'view conversation' antara Anu dan temannya menyebut sebuah inisial. Aneh 'bukan? Dasar apalagi yang logis untuk mengartikan ini semua jika bukan karena cinta yang salah. Benar! Sebagian dari kesadaranku telah salah melangkah.

Sementara itu, pemberontakan yang ganas terjadi dalam pikiran ku. Pemikiran atas saya seutuhnya. Pemikiran antara kesadaranku yang pro dan yang kontra. Kesadaranku yang masih jernih ini tiba-tiba menjajah seketika. Sosok Anu yang akhir-akhir ini terselip di antara tugas yang membludak tiba-tiba hilang. Hilang karena paksaan akal sehat. Apa yang telah ia berikan? Apa yang telah ia buktikan? Tak ada! Semua kicauannya di Twitter baik yang beraroma canda ataupun serius akan tampak percuma. Karena Anu hanya menyampaikannya kurang dari 140 karakter. Beda jalan cerita jika si Anu menuliskan kisahnya seperti yang saya lakukan ini. Merangkai huruf alfabet beda bentuk beda ucapan agar menjadi harmonis untuk menyampaikan sesuatu. Sesuatu yang nampak sulit untuk diutarakan langsung. Yap, perasaan.

Mulut saya rasa-rasanya akan selalu tercekat jika Anu berdiri dekat dengan saya. Otak sudah merancang kata super manis untuk dilontarkan, eh yang keluar justru tak karuan. Begini mungkin jadi orang yang dijajah cinta.

Melihat kekuranganku dalam bertutur langsung, maka kuputuskan untuk menulis ini. Ini mungkin terbaca seperti kisah Nugie dalam Semata Cinta-nya Kak @chachathaib. Memang media surat ini sama, namun telepas dari itu semua. Saya bukan bermaksud untuk memacari Anu apalagi mengajaknya menikah. Saya hanya ingin mengambil kembali perasaan yang telah saya kubur beberapa jam lalu, kemudian memberikannya untuk kamu-yang-saya-sebut-Anu. Bawa saja! Koreksilah! Jika ada cacat dari perasaanku dalam memikirkan mu. Perbaikilah! Karena saya memang tak sempurna, begitu pula wanita lain. Butuh orang lain. Beri tahu aku pada waktu yang tepat hasil koreksi mu atas perasaan ku. Apapun hasilnya, tuliskan saja. Karena selain lemah dalam berbicara, saya juga terlampau rapuh dalam mendengar. Jika memang bukan saya, setidaknya saya lega telah mengutarakannya. Maaf jika saya lancang mendahului kamu, Anu. Jika ingin menyalahkan. Katakan langsung! Untuk urusan ini saya siap mendengar!

Salam Penuh Arti

Senin, 28 Januari 2013

Nikmati Saja!

Malam ini, masih saja dingin. Entah efek musim hujan yang rajin hadir ke kota ku, atau hanya perasaan yang saya lebih-lebihkan? Entahlah. Hanya dingin yang kurasa sekarang.

Refleksi segala kejadian hari ini mungkin akan lebih manis jika kubariskan dalam rentetan huruf-huruf menjijikan berikut.

Pagi tadi seperti biasa saya menggunakan sepasang mata yang telah Tuhan beri ini untuk menikmati dunia. Rasa yang telah saya kecap melalui mata ini juga bermacam-macam. Ada pedihnya mata saat aku melihat potret dirimu tersenyum manis. Kenapa? Karena saya akan tersihir olehnya. Namun juga ada beningnya mata saat melihat refleksi dirimu pada lensa mataku sedang bersama orang lain, yang mutlak bukan diriku.

Tuhan dengan segala ke-murah-hati-annya memberi ku sepasang telinga yang mulai pandai mencuri dengar obrolan yang kamu lantangkan. Sepasang telinga ini dengan lihai mencuri setiap informasi penting yang melompat keluar dari mulut ekstra mu. Kenapa? Karena melalui mulut itulah, sering saya mendengar suara yang memanggil rindu untuk kembali hadir. Rindu yang hanya dapat pulang oleh usiran waktu.

Kenikmatan Tuhan yang saya genggam ini tak ingin membuatku terseret ke palung penyesalan. Saya mencoba meniti tali cobaan yang muncul dalam wujud refleksi dirimu bersama orang-yang-bukan-aku. Saya mungkin terlalu pendek mengambil kesimpulan. Tapi, lembar-lembar halaman cerita tentang dirimu menuntun ku untuk ke sini. Sebuah "kenyataan" yang mungkin akan saya baca sebentar lagi.

Kenikmatan Tuhan ini pula yang membuat kadar rasa "syukur" ku meningkat. Saya telah diberi perasaan berwujud nyaman ketika ubun-ubun saya tersentuh oleh tangan seseorang. Begitu 'kan seharusnya perasaan seorang wanita? Merasa nyaman oleh sebuah perhatian. Saya juga telah merasakan nikmatnya hati ini saat berdetak dua kali lebih keras, spontan saat lensa mataku memotret dirimu, juga dirinya.

Harusnya saya sudahi omong kosong ku malam ini. Efek hujan yang mengiringi jemari ku menari-nari hingga lelah minta untuk istirahat. Tapi kenapa sepasang mata ini masih betah untuk menyapu setiap halaman yang ingin ku tuju, halaman facebook atau mungkin timeline twitter-mu. Entahlah, efek sihirmu terlalu kuat untuk lenyap.

Selamat Malam

1-1=0

Wah, matahari sedang berkemas-kemas ingin pulang nih. Maka dari itu saya luangkan indahnya sore ini untuk menulis surat khusus buat kamu. Kamu adikku paling hmm paling apa ya? Ada ide untuk mendeskripkanmu? Melalui surat ini, lagi-lagi saya ingin mengucapkan rasa terima kasihku. TERIMA KASIH? UNTUK APA?

Jadi gini, tadi siang 'kan kita sedang berbincang hal-hal tabu yang tak layak diperbincangkan. Lalu obrolan kita entah kapan tiba ke hal yang menyangkut privasi. Lebih tepatnya obrolan kita mengenai masa lalu. Kira-kira tadi malam, termasuk masa lalu bukan? 

Malam itu, kamu dengan manisnya menodai kepercayaanku. Yaps, kamu adikku yang ceroboh memohon padaku untuk meminjam hape sempurnaku. Sebagai kakak yang perhatian, tentu saja saya meminjamkannya. Alih-alih kamu berkata untuk mendengarkan musik, eh kok kamu gunakan untuk "sesuatu" yang tabu.

Tanpa kamu pergunakan terlebih dahulu otak hebatmu itu, Kamu biarkan hawa nafsu menuntunmu melakukan hal "ceroboh". Se-ceroboh apa? Mari kita gunakan analogi.
Di dalam kelas yang sedang berlangsung suatu ulangan, di mana kita semua tahu bahwa tata tertib di suatu kegiatan hebat bernama Ulangan itu adalah: dilarang meminta jawaban ke teman, dll. Nah, kamu sebagai salah satu peserta dengan sangaaaaaaaaaat mudahnya berteriak: "TIT NOMER 2 APA?" Sungguh lantang 'bukan?
Sebenarnya kejadian apa itu? Biarlah hanya menjadi kenangan bagi kami. Sepasang Kakak-adik yang selalu bertengkar akur.

Sialnya, saya baru menyadari itu tadi siang. Setelah seharian melewati hari-hari memalukan. Ah, saya spechless. Saya terlalu canggung untuk membicarakannya di sini. Kita selesaikan nanti malam ya adikku kecil.  HAHAHAHA! LUCU YA! 

Salam dari Kakakmu yang telah kau permalukan.

Sabtu, 26 Januari 2013

SEGULUNG TISSUE YANG SETIA


Hay Tissue gulung cantik. Badan yang bulat sempurna dan kulit putih bersihmu itu sungguh menggoda. Menambah keinginanku untuk menghabiskanmu. Mengusapkannya pada pipi basah ini. Pipi yang terlampau sering mengecap kecewa. Pipi yang bosan menjadi jalan air mata. Pipi yang tak tahu kapan dapat berubah menjadi lekukan senyum lagi. Bolehkan aku pakai dirimu?

Akhir-akhir ini saya jadi sering menangis. Dan cuma oleh kamu, Tissue gulungku, saya dapat membagi berbagai macam rasa ini. Rasa sakit yang diberi oleh orang paling kupercayai di dunia. Rasa kecewa yang hampir saya temui di perjalan menuju mimpi. Rasa enggan untuk mengecap manisnya dunia. Juga rasa tidak percaya akan saktinya Cinta. Apa aku bodoh berpikir seperti itu?

Apakah saya sedang depresi? Apakah saya mulai putus asa? Putus asa karena apa? Putus asa oleh siapa? Entahlah, hanya kamu-segulung-tissue yang saya butuhkan sekarang. Hanya kamu. Mungkin iya cuma kamu.

Melalui surat yang tidak pantas disebut surat cinta ini, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih. Jika bukan kehadiranmu, mungkin kasur yang sering saya tiduri tanpa pernah bisa hamil ini akan basah. Bukan basah karna “itu” namun basah akan air yang lahir dari rasa kecewa. Kecewa-kecewa yang berkumpul hingga melahirkan jutaan anak-anaknya.

Ini hanya ekspektasiku saja menganggap rasa yang sedang saya rasakan sebagai kecewa. Mungkin bagi kamu, ini hanya perasaan alay yang tak butuh didengarkan. Atau mungkin hanya perasaan labil seorang remaja gila. TERSERAH!

Ups, saya baru sadar ternyata “kamu” yang sering terselip dibarisan kata di atas sana bukan Tissue-ku yang setia. Namun, sesorang yang sedang memaksa pikiranku untuk menampungnya. Siapa itu? Mungkin bukan sekarang saya menjelaskannya. Surat berikut, ya? Hmm boleh, tapi tunggu hati ini mendapat obatnya ya.