Hay Tissue gulung cantik. Badan yang bulat sempurna dan kulit
putih bersihmu itu sungguh menggoda. Menambah keinginanku untuk menghabiskanmu.
Mengusapkannya pada pipi basah ini. Pipi yang terlampau sering mengecap kecewa.
Pipi yang bosan menjadi jalan air mata. Pipi yang tak tahu kapan dapat berubah
menjadi lekukan senyum lagi. Bolehkan aku pakai dirimu?
Akhir-akhir ini saya jadi sering menangis. Dan cuma oleh
kamu, Tissue gulungku, saya dapat membagi berbagai macam rasa ini. Rasa sakit
yang diberi oleh orang paling kupercayai di dunia. Rasa kecewa yang hampir saya
temui di perjalan menuju mimpi. Rasa enggan untuk mengecap manisnya dunia. Juga
rasa tidak percaya akan saktinya Cinta. Apa aku bodoh berpikir seperti itu?
Apakah saya sedang depresi? Apakah saya mulai putus asa?
Putus asa karena apa? Putus asa oleh siapa? Entahlah, hanya kamu-segulung-tissue
yang saya butuhkan sekarang. Hanya kamu. Mungkin iya cuma kamu.
Melalui surat yang tidak pantas disebut surat cinta ini,
saya ingin menyampaikan rasa terima kasih. Jika bukan kehadiranmu, mungkin
kasur yang sering saya tiduri tanpa pernah bisa hamil ini akan basah. Bukan
basah karna “itu” namun basah akan air yang lahir dari rasa kecewa. Kecewa-kecewa
yang berkumpul hingga melahirkan jutaan anak-anaknya.
Ini hanya ekspektasiku saja menganggap rasa yang sedang saya
rasakan sebagai kecewa. Mungkin bagi kamu, ini hanya perasaan alay yang tak butuh didengarkan. Atau
mungkin hanya perasaan labil seorang
remaja gila. TERSERAH!
Ups, saya baru sadar ternyata “kamu” yang sering terselip
dibarisan kata di atas sana bukan Tissue-ku yang setia. Namun, sesorang yang
sedang memaksa pikiranku untuk menampungnya. Siapa itu? Mungkin bukan sekarang
saya menjelaskannya. Surat berikut, ya? Hmm
boleh, tapi tunggu hati ini mendapat obatnya ya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar