Label

Rabu, 13 Maret 2013

Karna Memaafkan Bukan Berarti Melupakan


Luka. Sesuatu yang mutlak mengakibatkan lara. Sesuatu yang bisa saja disengaja. Sesuatu yang sulit untuk dilupa. Tapi aku sekarang berdiri dengan sekarung luka dipunggung. Sedang mencari tempat yang pantas untuk menyimpannya. Karena luka ini mustahil untuk dibuang. Bahkan dilupakan.

Kamu si pemberi luka. Apa nuranimu seburuk koruptor? Mengambil kebahagianku, harta paling berharga dalam hidupku. Kupikir otakmu secerdas Einsten, karena ucapanmu selalu membuatku kagum. Ternyata aku tak secerdik Conan. Atau mungkin kamu yang lebih hebat dari Superman?

Jika hobimu menggoreskan luka. Kenapa tidak dari dulu bergabung dengan klub karate? Tapi kamu justru menghabiskan waktu dengan menebar benih kebencian. Di sana – sini pula. Thread sms, chatting, juga rekaman percakapan itu masih saja menempel di otak ini. Seakan ia adalah stiker termahal yang mustahil luntur. Oh God! I wanna make it going to be end. I’m going to be mad!

Ikhlas, sesuatu yang medekatkanku pada bahagia.
Ikhlas. Lagi-lagi kata ini. Haruskah aku ikhlas atas luka ini? Tidak! Tapi aku akan mencoba ikhlas karena mengenalmu. Ya… mustahil aku bisa menjadi sesabar ini jika tidak karena kesintinganmu. Dan, aku akan lebih selektif memilih teman. Karena apa? Sederhana.
Luka tertusuk jarum bisa hilang, tapi tertusuk teman? Belum tentu gays.
Kesabaranku cukup mengambil andil besar dalam hidupku. Mungkin saja mustahil aku percayai. Aku memaafkannya. Gila bukan? Cukup gila kedengarannya. Karena luka yang kau gores, bahkan kau tusuk itu cukup menjadi mesin waktu. Mengajakku tiba-tiba kembali ke masa indah yang hilang tiba-tiba akibat pengkhianatan.


Tidak ada komentar: