Label

Selasa, 29 Januari 2013

Maaf Jika Mendahului

Lagi-lagi saya harus menelan banyak pil rasa kehidupan. Namun dia telah bermetamorfosis dalam bentuk berbagai rasa. Ada nih yang rasanya aseeem abis, seasem ketek sopir angkot gitu. Ada pula yang berasa manisssss banget hingga mampu menerbangkanku. Satu lagi yang penting, ada rasa penyesalan yang hinggap karena ketakutan mengutarakan. Nyebelin 'kan? IYA! BANGET! Kalo dianalogikan tuh lo pengen ngomong "rrrr" tapi lo celat. :/

Surat kali ini akan lebih melegakan jika saya membagi opini  saya tentang penyesalan-berbuah-busuk. Jemariku sedang bahagia untuk menuliskannya.

Pernah ada sebagian dari kesadaranku terjaga. Ia dengan tekun menekuri layar handphone yang tersambung data paket. Kegiatannya akhir-akhir memang menyebalkan, Ia 'memantau' setiap aktivitas yang dilakukan sebut-saja-Anu setiap tahun, bulan, hari, jam, menit dan detik. #halah Parahnya sebagian kesadaranku ini mulai dimainkan Anu. Ia dibuat senyum-senyum sendiri ketika sebuah tweet dari Anu muncul tepat setelah Anu dan sebagian-kesadaranku mengunjungi sebut-saja-acara-itu-dengan-arisan. Ia juga mendadak jadi sedih ketika aplikasi 'view conversation' antara Anu dan temannya menyebut sebuah inisial. Aneh 'bukan? Dasar apalagi yang logis untuk mengartikan ini semua jika bukan karena cinta yang salah. Benar! Sebagian dari kesadaranku telah salah melangkah.

Sementara itu, pemberontakan yang ganas terjadi dalam pikiran ku. Pemikiran atas saya seutuhnya. Pemikiran antara kesadaranku yang pro dan yang kontra. Kesadaranku yang masih jernih ini tiba-tiba menjajah seketika. Sosok Anu yang akhir-akhir ini terselip di antara tugas yang membludak tiba-tiba hilang. Hilang karena paksaan akal sehat. Apa yang telah ia berikan? Apa yang telah ia buktikan? Tak ada! Semua kicauannya di Twitter baik yang beraroma canda ataupun serius akan tampak percuma. Karena Anu hanya menyampaikannya kurang dari 140 karakter. Beda jalan cerita jika si Anu menuliskan kisahnya seperti yang saya lakukan ini. Merangkai huruf alfabet beda bentuk beda ucapan agar menjadi harmonis untuk menyampaikan sesuatu. Sesuatu yang nampak sulit untuk diutarakan langsung. Yap, perasaan.

Mulut saya rasa-rasanya akan selalu tercekat jika Anu berdiri dekat dengan saya. Otak sudah merancang kata super manis untuk dilontarkan, eh yang keluar justru tak karuan. Begini mungkin jadi orang yang dijajah cinta.

Melihat kekuranganku dalam bertutur langsung, maka kuputuskan untuk menulis ini. Ini mungkin terbaca seperti kisah Nugie dalam Semata Cinta-nya Kak @chachathaib. Memang media surat ini sama, namun telepas dari itu semua. Saya bukan bermaksud untuk memacari Anu apalagi mengajaknya menikah. Saya hanya ingin mengambil kembali perasaan yang telah saya kubur beberapa jam lalu, kemudian memberikannya untuk kamu-yang-saya-sebut-Anu. Bawa saja! Koreksilah! Jika ada cacat dari perasaanku dalam memikirkan mu. Perbaikilah! Karena saya memang tak sempurna, begitu pula wanita lain. Butuh orang lain. Beri tahu aku pada waktu yang tepat hasil koreksi mu atas perasaan ku. Apapun hasilnya, tuliskan saja. Karena selain lemah dalam berbicara, saya juga terlampau rapuh dalam mendengar. Jika memang bukan saya, setidaknya saya lega telah mengutarakannya. Maaf jika saya lancang mendahului kamu, Anu. Jika ingin menyalahkan. Katakan langsung! Untuk urusan ini saya siap mendengar!

Salam Penuh Arti

Tidak ada komentar: